22.9.17

Home Education Kiki Barkiah-pertanyaan 22



Alhamdulillah beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan bergabung dengan kuliah whatsapp terkait home education bersama teh Kiki. Berhubung kuliah whatsaapp ini sarat materi dan karena takut kalau tidak dipindah ke blog akan hilang dan susah dicari, maka memindahkan materi ke blog adalah solusi jitu. Semoga bermanfaat bagi yang lainnya. Mohon maaf kalau dalam penyajiannya tidak urut.

22.
Wulandari
Teh, saya ada pertanyaan:
Terkait keteladanan (video 1), bagaimana mensiasati agar metode keteladanan yang saya dan suami terapkan tetap efektif, di lingkungan keluarga besar kami yang sering sekali terlihat sepupunya bertengkar, merokok secara garis besar tidak mencerminkan akhlakul karimah?

Jawaban Teh Kiki Barkiah:
Seperti yang sering saya ulas, lingkungan harus kita ciptakan semaksimal mungkin supaya mampu mensupport visi misi kita. Terutama untuk orang-orang yang berkaitan langsung dengan anak-anak kita seperti ART, nenek, kakek, kerbat, guru, lingkungan rumah dan sekolah yang sehat.

Lalu, bagaimana jika anak bertemu dengan roll model yang tidak baik padahal mereka dekat dan anak-anak berinteraksi langsung dengan mereka? Jadi, kalau kita meminta kepada orang dewasa, itu memang kadang lebih susah apalagi kalau berujung pada silaturrahim yang kurang baik. Apalagi kepada orang-orang di sekitar yang kita kenal dan kita tidak punya akses untuk secara direct beramal ma’ruf dan nahi munkar ke mereka.

Jadi, di akhir zaman anak-anak itu akan banyak ketemu dengan orang-orang seperti ini sebagaimana Rasul sudah menyampaikan bahwa orang yang beruntung di akhir zaman kan orang yang asing. Orang asing yaitu orang yang baik di tengah orang yang akhlaknya buruk dan itu kan cuma dikit prosentasenya, artinya kuncinya adalah bagaimana anak-anak itu mampu memilih pilihan yang ia yakini meskipun orang-orang di sekitarnya memilih hal yang lain.

Ini saya berbagi sedikit cerita pada saat saya di Amerika, waktu saya ingin meluruskan perilaku anak-anak atau memahamkan mereka tentang syariat atau apa pun yang baik dan apa pun yang buruk, otomatis waktu itu kita memposisikan diri kita sebagai seorang Muslim karena biasanya mereka melihat akhlak-akhlak yang buruk dari orang-orang di sana, kemudian saya bilang bahwa di dalam Islam kita seperti ini. Saya sih sebenernya ga bilang semisal, apakah agama yang lain hal itu diajarkan atau tidak, saya hanya bilang bahwa di dalam Islam seperti ini..., kita Muslim, kita pilih.

Sebenarnya saya menemukan masalah ketika anak-anak saya bertemu dengan orang-orang Muslim di Amerika atau orang-orang Muslim teman-teman saya, mereka nilai melihat bahwa yang dilakukan seorang Muslim ternyata tidak tidak sesuai dengan apa yang diajarkan ummi bapaknya tentang apa kata Allah dan Rasul sampaikan, barulah di situ kemudian saya merubah dan memberikan pengertian kepada mereka bahwa ini Islam, ini sempurna tapi tidak semua orang Islam itu melaksanakan Islam secara sempurna. Jadi, ini adalah pilihan kita. Kalau kita memilih untuk melaksanakannya, maka ini adalah konsekuensinya. Kalau kita memilih untuk tidak melaksanakannya ada juga konsekuensinya sehingga mereka mulai paham, oh ada Muslim yang tidak mau melakukan itu atau ada Muslim yang belum mendapat hidayah untuk melakukan itu atau ada Muslim ada yang belum tahu terhadap perintah seperti itu.

Waktu saya sampai di Indonesia, mulailah mereka makin melihat ketidakidealan karena pelaku-pelaku pelanggaran dan segala macam juga notabenenya adalah Muslim. Jadi, di situ juga mulai muncul satu kosakata baru waktu anak-anak baru pulang tentang “why people in Indonesia seperti ini” Jadi, mereka melihat itu bukan sebagai model tapi mereka melihat seperti budaya negara ini, tapi balik lagi saya berusaha untuk memahamkan sama anak-anak ini Islam, Allah atur kayak gini, Rasul bilang seperti ini, kemudian ada juga beberapa peraturan negara atau peraturan milik masyarakat atau peraturan dalam keluarga yang saya tetap mendiring anak-anak melakuakn peraturan tersebut meskipun orang-orang di sekitarnya tidak melakukannya. Termasuk ketika mereka mulai bertemu kerabat-kerabat, ketika saya membicarakan mengenai pacaran tetapi kerabat saya ada yang pacaran. Ummi bilang nikah itu jangan pacaran dulu, takutnya mereka melihat aktivitas-aktivitas itu di sekitar mereka sendiri dengan kerabat-kerabat mereka sendiri dan kembali saya memposisikan bahwa di dalam Islam seperti ini, Allah hanya bilang seperti ini, Rasulullah bilang seperti ini, tapi ada saudara ummi belum mau melaksanakan apa yang telah Allah sampaikan. Jadi, menguatkan pribadi mereka, dorong/ajak untuk tetap memilih apa yang boleh dan menghindari apa yang tidak boleh meskipun orang lain itu melakukan.

Mudah-mudahan dengan menguatkan konsep diri anak-anak, anak-anak lebih percaya diri walaupun pada kenyataannya pada saat kita ingin melaksanakan syariat itu harus melawan kenyamanan karena menjadi berbeda dengan lingkungan sekitar, jadi akhirnya “saya terpaksa” menyudutkan (dalam hal ini salah satu pihak), ya gimana, ummi sudah sampai ini pada kerabat ini tapi mereka tidak mau melaksanakannya, saya gak mungkin juga misal menutup-nutupi kerabat yang memang mereka sendiri secara eksplisit menunjukkan bahwa mereka melakukan hal yang salah. Akhirnya saya memahamkan pada anak saya bahwa sebenarnya itu salah, mereka memilih salah, Ummi sudah berusaha menasihati mereka, tetapi mereka tidak mau. Ya udah kita ajak pilih untuk tetap melaksanakan yang benar seperti apa.

Wallahu a’lam..



Sumber: tanya jawab kulwapp Home Education bersama Kiki Barkiah.

Tidak ada komentar:

Persiapan menuju Ramadan 1443H-Menyapih

Ramadan 1443 H tinggal menghitung hari. Kira-kira akan dimulai pada 2 April nanti. Setiap orang tentu memiliki persiapan masing-masing. Ada ...