Alhamdulillah
beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan bergabung dengan kuliah whatsapp
terkait home education bersama teh Kiki. Berhubung kuliah whatsaapp ini sarat
materi dan karena takut kalau tidak dipindah ke blog akan hilang dan susah
dicari, maka memindahkan materi ke blog adalah solusi jitu. Semoga bermanfaat
bagi yang lainnya. Mohon maaf kalau dalam penyajiannya tidak urut.
22.
|
Wulandari
|
Teh, saya ada
pertanyaan:
Terkait keteladanan (video
1), bagaimana mensiasati agar metode keteladanan yang saya dan suami terapkan
tetap efektif, di lingkungan keluarga besar kami yang sering sekali terlihat
sepupunya bertengkar, merokok secara garis besar tidak mencerminkan akhlakul
karimah?
Jawaban
Teh Kiki Barkiah:
Seperti yang sering saya
ulas, lingkungan harus kita ciptakan semaksimal mungkin supaya mampu
mensupport visi misi kita. Terutama untuk orang-orang yang berkaitan langsung
dengan anak-anak kita seperti ART, nenek, kakek, kerbat, guru, lingkungan
rumah dan sekolah yang sehat.
Lalu, bagaimana jika
anak bertemu dengan roll model yang tidak baik padahal mereka dekat dan
anak-anak berinteraksi langsung dengan mereka? Jadi, kalau kita meminta
kepada orang dewasa, itu memang kadang lebih susah apalagi kalau berujung
pada silaturrahim yang kurang baik. Apalagi kepada orang-orang di sekitar
yang kita kenal dan kita tidak punya akses untuk secara direct beramal ma’ruf
dan nahi munkar ke mereka.
Jadi, di akhir zaman
anak-anak itu akan banyak ketemu dengan orang-orang seperti ini sebagaimana
Rasul sudah menyampaikan bahwa orang yang beruntung di akhir zaman kan orang
yang asing. Orang asing yaitu orang yang baik di tengah orang yang akhlaknya
buruk dan itu kan cuma dikit prosentasenya, artinya kuncinya adalah bagaimana anak-anak itu mampu memilih pilihan yang
ia yakini meskipun orang-orang di sekitarnya memilih hal yang lain.
Ini saya berbagi sedikit
cerita pada saat saya di Amerika, waktu saya ingin meluruskan perilaku anak-anak
atau memahamkan mereka tentang syariat atau apa pun yang baik dan apa pun
yang buruk, otomatis waktu itu kita memposisikan diri kita sebagai seorang
Muslim karena biasanya mereka melihat akhlak-akhlak yang buruk dari
orang-orang di sana, kemudian saya bilang bahwa di dalam Islam kita seperti
ini. Saya sih sebenernya ga bilang semisal, apakah agama yang lain hal itu
diajarkan atau tidak, saya hanya bilang bahwa di dalam Islam seperti ini...,
kita Muslim, kita pilih.
Sebenarnya saya
menemukan masalah ketika anak-anak saya bertemu dengan orang-orang Muslim di
Amerika atau orang-orang Muslim teman-teman saya, mereka nilai melihat bahwa
yang dilakukan seorang Muslim ternyata tidak tidak sesuai dengan apa yang
diajarkan ummi bapaknya tentang apa kata Allah dan Rasul sampaikan, barulah
di situ kemudian saya merubah dan memberikan pengertian kepada mereka bahwa
ini Islam, ini sempurna tapi tidak semua orang Islam itu melaksanakan Islam
secara sempurna. Jadi, ini adalah pilihan kita. Kalau kita memilih untuk melaksanakannya,
maka ini adalah konsekuensinya. Kalau kita memilih untuk tidak
melaksanakannya ada juga konsekuensinya sehingga mereka mulai paham, oh ada
Muslim yang tidak mau melakukan itu atau ada Muslim yang belum mendapat
hidayah untuk melakukan itu atau ada Muslim ada yang belum tahu terhadap
perintah seperti itu.
Waktu saya sampai di
Indonesia, mulailah mereka makin melihat ketidakidealan karena pelaku-pelaku
pelanggaran dan segala macam juga notabenenya adalah Muslim. Jadi, di situ
juga mulai muncul satu kosakata baru waktu anak-anak baru pulang tentang “why
people in Indonesia seperti ini” Jadi, mereka melihat itu bukan sebagai model
tapi mereka melihat seperti budaya negara ini, tapi balik lagi saya berusaha
untuk memahamkan sama anak-anak ini Islam, Allah atur kayak gini, Rasul
bilang seperti ini, kemudian ada juga beberapa peraturan negara atau
peraturan milik masyarakat atau peraturan dalam keluarga yang saya tetap
mendiring anak-anak melakuakn peraturan tersebut meskipun orang-orang di
sekitarnya tidak melakukannya. Termasuk ketika mereka mulai bertemu
kerabat-kerabat, ketika saya membicarakan mengenai pacaran tetapi kerabat
saya ada yang pacaran. Ummi bilang nikah itu jangan pacaran dulu, takutnya
mereka melihat aktivitas-aktivitas itu di sekitar mereka sendiri dengan
kerabat-kerabat mereka sendiri dan kembali saya memposisikan bahwa di dalam
Islam seperti ini, Allah hanya bilang seperti ini, Rasulullah bilang seperti
ini, tapi ada saudara ummi belum mau melaksanakan apa yang telah Allah
sampaikan. Jadi, menguatkan pribadi mereka, dorong/ajak untuk tetap memilih
apa yang boleh dan menghindari apa yang tidak boleh meskipun orang lain itu
melakukan.
Mudah-mudahan dengan
menguatkan konsep diri anak-anak, anak-anak lebih percaya diri walaupun pada
kenyataannya pada saat kita ingin melaksanakan syariat itu harus melawan
kenyamanan karena menjadi berbeda dengan lingkungan sekitar, jadi akhirnya “saya
terpaksa” menyudutkan (dalam hal ini salah satu pihak), ya gimana, ummi sudah
sampai ini pada kerabat ini tapi mereka tidak mau melaksanakannya, saya gak
mungkin juga misal menutup-nutupi kerabat yang memang mereka sendiri secara
eksplisit menunjukkan bahwa mereka melakukan hal yang salah. Akhirnya saya
memahamkan pada anak saya bahwa sebenarnya itu salah, mereka memilih salah,
Ummi sudah berusaha menasihati mereka, tetapi mereka tidak mau. Ya udah kita
ajak pilih untuk tetap melaksanakan yang benar seperti apa.
Wallahu a’lam..
|
Sumber: tanya
jawab kulwapp Home Education bersama Kiki Barkiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar