4.11.13

Adorable part6 (2 part terakhir)

ikan kering ala Chef Dhani, uenak e rek! :)
Ketika naik gunung, perjalanan ke puncak adalah tujuan utama bukan? Namun, ketika sampai di puncak, jangan sampai lupa, kita baru menempuh separuh perjalanan lho, karena perjalanan separuh lainnya adalah perjalanan turun gunung. J Perjalanan turun gunung telah siap kami lakukan dengan urutan Zaki terdepan dan Dhani di paling belakang. Kewaspadaan yang tinggi diperlukan pada saat malam hari dengan hanya berbekal senter maupun headlamp di kepala. Aba-aba seperti “awas kanan jurang” dan “kiri-kiri, awas kanan jurang” pun saling bersahutan. Menyusuri jalan di hutan dengan gelapnya malam, sempat membuat saya merasa sedikit “ketakutan” mengingat kami hanyalah satu-satunya regu pendaki yang ada saat itu, apalagi jumlah kami relatif sedikit 8 orang. Namun, pikiran itu saya buang jauh-jauh, “jaga pikiran” begitulah kata-kata Dhani.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba Dhani meminta kami mematikan lampu untuk sementara, memandang ke atas, melihat langit dengan bintang-bintang nan menakjubkan. Wow! Lalu perjalanan pun dilanjutkan. Malam itu, kami bertemu kembali dengan regu pendaki yang mendirikan tenda tidak jauh dari Tegal Alun. Memahami keletihan kami dari Puncak, mereka pun menawarkan minuman hangat sekedar untuk melepaskan lelah. Kami sungguh berterima kasih tetapi karena sudah dekat dengan camp, tawaran itu kami tolak dengan halus.

Di Tegal Alun, kami sempat nyasar. Di kegelapan malam nan penuh padang edelweis tersebut, rupanya agak susah bagi kami untuk menemukan pintu awal masuk Tegal Alun. Beruntung, Zaki sudah pernah naik Papandayan sebelumnya sehingga ia pun menyadari bahwa kami sedikit berjalan melenceng dari arah yang seharusnya. Saya yang bingung arah sempat berpikir, “wah kalau naik gunung sendirian, serem juga kalau nyasar, apalagi kalau malam hari gini.” Pengalaman ini juga setidaknya membuat saya semakin yakin bahwa pada umumnya, laki-laki lebih bisa mengingat tempat/arah jalan dibandingkan dengan perempuan.

Sampai hutan mati, kami bisa melihat Pondok Saladah dengan berbagai tenda dan keriuhan suara para pendaki yang menikmati api unggun. Rasa bahagia karena sebentar lagi sampai camp hingga kemudian kami menyadari sepertinya ada yang salah. Kok kami menyeberangi semacam sungai yak! Padahal tadi pas berangkat ga ketemu sungai itu. Wkwkwkw, kami nyasar lagi. Hutan mati ternyata menjadi tempat yang paling sering nyasar bagi para pendaki. Kalau nyasar di sini, bisa berakibat fatal karena bisa-bisa kami tidak melewati Pondok Saladah dan langsung turun pe dasar gunung. Padahal barang-barang serta tenda berada di Pondok Saladah maka kami pun kembali lagi ke jalan sebelum kami nyasar. Alhamdulillah ketemu sama jalan yang benar. Perjalanan selanjutnya pun berjalan dengan lancar.

Horee.. sampai camp juga. Yatta..! Kami bergerak mengambil air sekalian wudhu. Ooo tidak..dingin sekali airnya! Bahkan ketika baru menyentuh tangan saja, langsung mati rasa. Dingin banget! Sholat maghrib dan Isya pun dilaksanakan dalam kondisi yang super dingin dan sekaligus perut keroncongan. Usai sholat, kami pun memasak nasi. Lauknya sarden. Tak lupa memasak roti dulu sebagai pengganjal perut. Ukh Erna yang datang dari Batam memilih untuk beristirahat agar tidak terlalu kelelahan karena mengingat butuh banyak energi lagi untuk balik. “Saat ini yang lebih kubutuhkan adalah tidur daripada makan,” ternyata itu alasannya. Dhani pun ternyata sudah sangat kecapekan. Malam itu Dhani tidak ikut makan.

Usai memasak, kami pun makan malam bersama. Sarden yang kami masak ternyata tidak begitu tahan lama panasnya, mungkin saking dinginnya udara di gunung. Jadi, malam itu kami makan dengan lauk sarden yang telah berubah agak dingin. Akibatnya, sungguh berat menghabiskan makanan di piring. Padahal tadi perut lapar tetapi entah kenapa jadi rasanya tidak begitu berselera setelah tidak panas. Sarden pun masih belum habis. Rencananya besok pagi mau di-anget-in lagi.

Setelah menyantap makanan, sekitar pukul setengah 11 malam, masing-masing dari kami kembali ke tenda masing-masing. Oiya kami mendirikan 3 tenda. Saya dan Ukh Erna setenda. Ukh Pebsi, Ukh Loli, dan Ukh Ayu satu tenda. Sementara “bapak-bapak” di tenda yang lain. Meski sudah pakai sleeping bag dengan alas matras tetapi tetap saja dingin, maka satu-satunya jalan biar tidak kedinginan ya segera tidur. J Oyasumi nasai.

Bangun di pagi hari untuk sholat Subuh adalah hal terberat. Dingin! Pagi hari, sekitar pukul lima, kami menunaikan sholat Subuh. Usai sholat Subuh, Dhani berencana ke Tegal Alun. Bagi yang mau ikut, diminta untuk bersiap-siap. Yang ikut adalah Sanda, dan Ukh Loli, Ukh Ayu, dan Ukh Pebsi. Dengan demikian, tiga personil lainnya yang masih tersisa, saya, Ukh Erna, dan Zaki berada di camp. Kami akan memasak. Yuhuuu..

Usai teman-teman berangkat, kami memulai memasak. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Satu kompor yang kami pakai gasnya habis, sementara kompor lain yang gasnya masih penuh dibawa Dhani. Kami masak nasi tidak matang-matang. Haha. Selain karena kebanyakan nasinya-tempatnya ga cukup- juga karena gasnya yang sudah habis, namun akhirnya kami masak menggunakan parafin, meski jumlahnya terbatas. Pada akhirnya, bahkan setelah teman-teman balik dari Tegal Alun, nasinya belum matang. Wkwkwk. Namun lauknya sudah jadi, sosis dan tempe telah matang,

Saat teman-teman sudah datang dan nasi belum matang, keliatan bahwa mereka tidak sampai hati (ga tega)-menyadari kami belum makan- sementara mereka sudah makan mie di Tegal Alun, sampai Sanda bilang, “kalian tadi ikut kami saja”. Hoho.. Gak papa, bentar lagi kan juga makan. J Tinggal menunggu nasi matang dan sayur kangkung saus teriyaki dimasak.

Pagi itu, Ahad, 29 September, menu makan kami bombastis. Niatnya menghabiskan semua bekal yang dibawa. Lauk melimpah karena tambahan lauk dari Dhani. Dhani memasak ikan kering dengan asam dan gula jawa. It’s very yummy! Jangan lupa, kami juga masih punya buah, lho, buah semangka. Empat sehat lima sempurna deh menu kami pagi itu, feeling excited!
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Swt yang telah memudahkan kami naik gunung, memberi rizki sehingga kami pun telah kenyang. Pondok Saladah sudah mulai sepi ditinggalkan para pendaki yang turun gunung. Kami pun bersiap-siap turun, siap packaging, kemas-kemas barang. Sampah  tidak lupa dikumpulkan untuk nanti dibawa turun gunung. Tenda-tenda dibongkar dan dirapikan kembali. Setelah tenda dibongkar, saya menyadari sesuatu. Wah saya belum foto dengan tendanya. But, it’s okay. Everything in here always keeps in my memories. I always remember.

Semua barang telah tertata di dalam tas/carrier masing-masing. Hanya sampah saja yang berada di luar. Yes, now we are ready. Sebelum memulai perjalanan turun gunung dan pulang, kami pun berkumpul, membentuk lingkaran. Berdoa dimulai.
Berkumpul dan berdoa
Bismillahitawakaltu ‘ala Allah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah
(Dengan nama Allah, kami bertawakal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan selain dari Allah).

Jakarta, 2 November 2013 15:22
foto sebentar sebelum meninggalkan Pondok Saladah
--foto:kamera Sanda

Tidak ada komentar:

Persiapan menuju Ramadan 1443H-Menyapih

Ramadan 1443 H tinggal menghitung hari. Kira-kira akan dimulai pada 2 April nanti. Setiap orang tentu memiliki persiapan masing-masing. Ada ...