Sinopsis materi kajian
Selasa, 29 Oktober 2013
oleh Ustadz Abdurrahman Assegaf
Hampir saja orang yang baik hancur, yaitu Abu Bakar dan Umar r.a., mereka berdua meninggikan suaranya di hadapan Nabi Muhammad Saw ketika datang kafilah Bani Tamim, salah seorang di antara mereka berdua mengisyaratkan kepada Agra’ bin Habis saudara Bani Mujasi dan lainnya mengisyaratkan kepada seseorang yang namanya Nafi’ (aku tidak menghafal namanya), berkata Abu Bakar kepada umar. Kamu tidak menginginkan kecuali hanya ingin berdua denganku! Umar r.a. tidak bermaksud menentangmu. Mereka berdua meninggikan suaranya. Maka turunlah firman Allah Swt (Wahai orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suaramu…) H.R. Bukhari dan Muslim
Hampir saja orang yang baik hancur, yaitu Abu Bakar dan Umar r.a., mereka berdua meninggikan suaranya di hadapan Nabi Muhammad Saw ketika datang kafilah Bani Tamim, salah seorang di antara mereka berdua mengisyaratkan kepada Agra’ bin Habis saudara Bani Mujasi dan lainnya mengisyaratkan kepada seseorang yang namanya Nafi’ (aku tidak menghafal namanya), berkata Abu Bakar kepada umar. Kamu tidak menginginkan kecuali hanya ingin berdua denganku! Umar r.a. tidak bermaksud menentangmu. Mereka berdua meninggikan suaranya. Maka turunlah firman Allah Swt (Wahai orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suaramu…) H.R. Bukhari dan Muslim
Terhadap Nabi,
kita dilarang mengeraskan suara di atas suara Nabi dan jangan mendhahirkan
seperti dengan yang lainnya. Dengan demikian, kita tidak boleh berteriak maupun
bersuara keras, tetapi suaranya dipelankan karena tidak sukanya Rasul
menyebabkan gugurnya amal.
Tsabit bin Qais
adalah orang Badui dan memiliki pendengaran yang kurang bagus sehingga kalau
berbicara berteriak. Saat mengetahui turunnya ayat tersebut, Tsait bin Qais
tidak mau lagi sholat di masjid, masuk/mengurung diri di rumah dalam keadaan
bersedih serta berkata gugurlah amalku, saya termasuk penghuni neraka.
Karena tidak ada
di masjid, Rasulullah pun merasa kehilangan. Lalu para sahabat datang ke
rumahnya. Para sahabat memberitahu Rasul perihal Tsabit bin Qais yang mengurung
diri di kamar dalam kondisi menangis sambil berkata amalnya gugur dan termasuk
penghuni neraka. Maka Rasulullah mengatakan tidak, dia adalah termasuk penduduk
surga.
Pelajaran yang Bisa Diambil
- Begitu dahsyatnya ancaman mengeraskan suara di depan Nabi padahal mengangkat suara di depan Nabi, bukan berbicara yang kotor atau lainnya. Namun, mengeraskan suara saja ancamannya gugurnya amal. Rasulullah berbeda dengan yang lainnya, adab pun perlu diperhatikan.
- Lihat para sahabat Nabi. Apabila ada surat yang berisi ancaman mereka memperuntukkan untuk diri sendiri sehingga lebih bisa mengamalkan.
- Untuk orang normal (tidak memiliki masalah dengan pendengaran) tidak boleh berteriak.
Di akhir ayat
ini, adab berbicara ini berlaku pula untuk sesama manusia. Ayat tersebut memang
untuk Rasulullah tetapi umum juga. Kita dilarang untuk berteriak kepada semua
orang yang mulia seperti ustdaz, ulama, orangtua.
Adab menjadi
salah satu ciri ketakwaan orang.
Abu Hurairah
r.a., Rasulullah Saw:
Sungguh seorag
hamba mengucapkan kalimat dari keridhaan Allah Swt tidak mengucapkannya dengan
permasalahan, diangkat baginya dengan kalimat itu beberapa derajat, dan sungguh
seorang hamba mengucapkan dengan kalimat dari hal yang menyebabkan murkanya
Allah Swt, mengucapkannya tidak permasalahan, dilemparkannya dengannya ke dalam
neraka Jahannam (H.R. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).
Mari jaga ucapan
kita. Jaga lisan kita terhadap setiap orang muslim.
Pada masa
setelah Nabi meninggal, ada dua orang yang berteriak-teriak di Masjid Nabawi.
Maka Umar bin Khattab bertanya dari mana. Mereka berdua menjawab dari Thaif.
Umar berkata seandainya kalian dari Madinah niscaya aku pukul karena Madinah
turun ayat “jangan mengeraskan suara”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar