ikan kering ala Chef Dhani, uenak e rek! :) |
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Dhani meminta kami mematikan lampu untuk sementara, memandang ke atas, melihat langit dengan bintang-bintang nan menakjubkan. Wow! Lalu perjalanan pun dilanjutkan. Malam itu, kami bertemu kembali dengan regu pendaki yang mendirikan tenda tidak jauh dari Tegal Alun. Memahami keletihan kami dari Puncak, mereka pun menawarkan minuman hangat sekedar untuk melepaskan lelah. Kami sungguh berterima kasih tetapi karena sudah dekat dengan camp, tawaran itu kami tolak dengan halus.
Di
Tegal Alun, kami sempat nyasar. Di kegelapan malam nan penuh padang edelweis
tersebut, rupanya agak susah bagi kami untuk menemukan pintu awal masuk Tegal
Alun. Beruntung, Zaki sudah pernah naik Papandayan sebelumnya sehingga ia pun
menyadari bahwa kami sedikit berjalan melenceng dari arah yang seharusnya. Saya
yang bingung arah sempat berpikir, “wah kalau naik gunung sendirian, serem juga
kalau nyasar, apalagi kalau malam hari gini.” Pengalaman ini juga setidaknya
membuat saya semakin yakin bahwa pada umumnya, laki-laki lebih bisa mengingat
tempat/arah jalan dibandingkan dengan perempuan.
Sampai
hutan mati, kami bisa melihat Pondok Saladah dengan berbagai tenda dan keriuhan
suara para pendaki yang menikmati api unggun. Rasa bahagia karena sebentar lagi
sampai camp hingga kemudian kami
menyadari sepertinya ada yang salah. Kok kami menyeberangi semacam sungai yak!
Padahal tadi pas berangkat ga ketemu sungai itu. Wkwkwkw, kami nyasar lagi. Hutan mati ternyata menjadi tempat yang
paling sering nyasar bagi para pendaki. Kalau nyasar di sini, bisa berakibat
fatal karena bisa-bisa kami tidak melewati Pondok Saladah dan langsung turun pe
dasar gunung. Padahal barang-barang serta tenda berada di Pondok Saladah maka
kami pun kembali lagi ke jalan sebelum kami nyasar. Alhamdulillah ketemu sama jalan yang benar. Perjalanan
selanjutnya pun berjalan dengan lancar.
Horee..
sampai camp juga. Yatta..! Kami bergerak mengambil air
sekalian wudhu. Ooo tidak..dingin sekali airnya! Bahkan ketika baru menyentuh
tangan saja, langsung mati rasa. Dingin banget! Sholat maghrib dan Isya pun
dilaksanakan dalam kondisi yang super dingin dan sekaligus perut keroncongan.
Usai sholat, kami pun memasak nasi. Lauknya sarden. Tak lupa memasak roti dulu
sebagai pengganjal perut. Ukh Erna yang datang dari Batam memilih untuk
beristirahat agar tidak terlalu kelelahan karena mengingat butuh banyak energi
lagi untuk balik. “Saat ini yang lebih kubutuhkan adalah tidur daripada makan,”
ternyata itu alasannya. Dhani pun ternyata sudah sangat kecapekan. Malam itu
Dhani tidak ikut makan.
Usai
memasak, kami pun makan malam bersama. Sarden yang kami masak ternyata tidak
begitu tahan lama panasnya, mungkin saking dinginnya udara di gunung. Jadi,
malam itu kami makan dengan lauk sarden yang telah berubah agak dingin.
Akibatnya, sungguh berat menghabiskan makanan di piring. Padahal tadi perut
lapar tetapi entah kenapa jadi rasanya tidak begitu berselera setelah tidak
panas. Sarden pun masih belum habis. Rencananya besok pagi mau di-anget-in
lagi.
Setelah
menyantap makanan, sekitar pukul setengah 11 malam, masing-masing dari kami
kembali ke tenda masing-masing. Oiya kami mendirikan 3 tenda. Saya dan Ukh Erna
setenda. Ukh Pebsi, Ukh Loli, dan Ukh Ayu satu tenda. Sementara “bapak-bapak”
di tenda yang lain. Meski sudah pakai sleeping
bag dengan alas matras tetapi tetap saja dingin, maka satu-satunya jalan
biar tidak kedinginan ya segera
tidur. J
Oyasumi nasai.
Bangun
di pagi hari untuk sholat Subuh adalah hal terberat. Dingin! Pagi hari, sekitar pukul lima, kami menunaikan sholat Subuh. Usai sholat
Subuh, Dhani berencana ke Tegal Alun. Bagi yang mau ikut, diminta untuk
bersiap-siap. Yang ikut adalah Sanda, dan Ukh Loli, Ukh Ayu, dan Ukh Pebsi.
Dengan demikian, tiga personil lainnya yang masih tersisa, saya, Ukh Erna, dan
Zaki berada di camp. Kami akan
memasak. Yuhuuu..
Usai
teman-teman berangkat, kami memulai memasak. Ternyata tidak semudah yang
dibayangkan. Satu kompor yang kami pakai gasnya habis, sementara kompor lain
yang gasnya masih penuh dibawa Dhani. Kami masak nasi tidak matang-matang. Haha. Selain karena kebanyakan
nasinya-tempatnya ga cukup- juga karena gasnya yang sudah habis, namun akhirnya
kami masak menggunakan parafin, meski jumlahnya terbatas. Pada akhirnya, bahkan
setelah teman-teman balik dari Tegal Alun, nasinya belum matang. Wkwkwk. Namun lauknya sudah jadi, sosis
dan tempe telah matang,
Saat
teman-teman sudah datang dan nasi belum matang, keliatan bahwa mereka tidak
sampai hati (ga tega)-menyadari kami belum makan- sementara mereka sudah makan
mie di Tegal Alun, sampai Sanda bilang, “kalian tadi ikut kami saja”. Hoho.. Gak papa, bentar lagi kan juga
makan. J
Tinggal menunggu nasi matang dan sayur kangkung saus teriyaki dimasak.
Pagi
itu, Ahad, 29 September, menu makan kami bombastis. Niatnya menghabiskan semua bekal yang dibawa.
Lauk melimpah karena tambahan lauk dari Dhani. Dhani memasak ikan kering dengan
asam dan gula jawa. It’s very yummy! Jangan
lupa, kami juga masih punya buah, lho, buah
semangka. Empat sehat lima sempurna deh menu
kami pagi itu, feeling excited!
Alhamdulillah.
Segala puji bagi Allah Swt yang telah memudahkan kami naik gunung, memberi
rizki sehingga kami pun telah kenyang. Pondok Saladah sudah mulai sepi
ditinggalkan para pendaki yang turun gunung. Kami pun bersiap-siap turun, siap packaging, kemas-kemas barang.
Sampah tidak lupa dikumpulkan untuk
nanti dibawa turun gunung. Tenda-tenda dibongkar dan dirapikan kembali. Setelah
tenda dibongkar, saya menyadari sesuatu. Wah saya belum foto dengan tendanya. But, it’s
okay. Everything in here always keeps
in my memories. I always remember.
Semua
barang telah tertata di dalam tas/carrier
masing-masing. Hanya sampah saja yang berada di luar. Yes, now we are ready. Sebelum memulai perjalanan turun gunung dan
pulang, kami pun berkumpul, membentuk lingkaran. Berdoa dimulai.
Berkumpul dan berdoa |
Bismillahitawakaltu ‘ala Allah. Laa hawla wa
laa quwwata illa billah
(Dengan nama Allah, kami bertawakal kepada
Allah. Tiada daya dan kekuatan selain dari Allah).
Jakarta,
2 November 2013 15:22
foto sebentar sebelum meninggalkan Pondok Saladah |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar