29.10.13

Tokyo Girl (Tokyo Shojou)

"It becomes meaningless when we get to know the future. We are motivated to make efforts because the future is unknown...One will achieve his dream with great efforts, this is what I think...I will keep on, no matter what happens in the future."(Miyata Tokijirou)

Gambar diambil dari http://asianwiki.com/File:Tokyogirl04.jpg
Film Jepang yang berjudul Tokyo Girl ini sukses membuat saya terharu. Film ini dibintangi oleh Kazuma Sano (sebagai Miyata Tokijirou) dan Kaho (sebagai Miho). Kedua tokoh tersebut berasal dari masa yang berbeda selisih sekitar 1 abad. Yang membuat keduanya terhubung adalah telepon seluler milik Miho yang terjatuh saat ada gempa. Saat itu Miho sedang berada di sebuah restoran. Ibunya hendak mengenalkannya kepada kekasihnya (ayah Miho sudah lama tiada). Miho masih belum bisa menerima hal itu sehingga ia pun memutuskan pulang. Saat menuruni tangga, tiba-tiba gempa pun terjadi. Telepon seluler Miho terjatuh di antara lubang-lubang tangga. Anehnya, telepon seluler Miho itu bukannya jatuh ke bawah lantai dasar tetapi jatuh melewati semacam "lubang waktu" menuju ke masa lalu, masa di mana Miyata hidup. Melalui telepon itulah keduanya saling berkomunikasi. Namun, komunikasi tersebut hanya bisa digunakan saat malam hari dan terkadang terputus apabila bulan tertutup awan.


Gambar diambil dari http://asianwiki.com/File:Tokyo_Girl-07.jpg

Gambar diambil dari http://movielosophy.blogspot.com/2011/03/tokyo-shojo.html
Mengetahui bahwa Miho berada pada sekitar satu abad setelahnya, Miyata pun sempat penasaran dan melontarkan pertanyaan seperti apa dirinya di masa yang akan datang. Namun, ia pun melarang Miho mengatakannya. Justru karena masa depan itu misterius makanya ia ingin berupaya lebih. Ia ingin menjadi pengarang yang hebat.

Gambar diambil dari http://asianwiki.com/File:Tokyo_Girl-06.jpg
Gambar diambil dari http://asianwiki.com/File:Tokyo_Girl-08.jpg
Suatu hari, keduanya berjanjian untuk saling berkomunikasi di tengah hari. Keduanya pun berjanjian di lokasi yang sama di Yanaka Temple, Ginza. Keduanya saling bercerita tentang apa yang dilihatnya, namun karena selang waktu di antara keduanya berbeda jauh maka banyak pula perubahan yang terjadi. Salah satu diantara sedikit yang tidak berubah adalah toko kain bernama Erizen yang menjual cermin. Mengetahui bahwa toko itu masih ada pada masa Miho, Miyata pun masuk. Kepada pemilik toko, Miyata bermaksud untuk membeli cermin sekaligus meminta tolong kepadanya agar bersedia menyimpannya dan memberikannya kepada seorang gadis 100 tahun kemudian. Pemilik toko tersebut menolaknya dengan halus karena menyadari bahwa usianya tidak akan selama itu.

Sempat terjadi tarik ulur uang (ekstra) di antara tokoh tersebut. Sang gadis kecil nan imut tampak mengamati tarik ulur tersebut dengan wajah polosnya. Miyata pun keluar dari toko dan meminta Miho untuk masuk ke toko tersebut sambil berpesan agar ia mengambil pemberiannya. Miho pun masuk. Kepada ibu paruh baya di toko tersebut, ia mengatakan hendak mengambil kado Miyata Tokijirou. Mendengar nama Miyata Tokijirou, ibu tersebut memanggil neneknya. Keluarlah seorang nenek yang telah sepuh. Ia bahagia dan terharu seraya memeluk Miho. Sungguh bahagia karena nenek tersebut seperti sudah lama menantikannya hingga ia menyadari bahwa itu bukanlah mimpi. Sungguh luar biasa bisa hidup sampai sekarang, demikian kata nenek tersebut.
Miho pun memberitahunya bahwa neneknya masih di sampingnya maka Miyata pun memintanya menyerahkan hpnya kepada nenek tersebut. Sementara itu, di depan Miyata ada adik kecil tadi (Nanami) yang berumur 5 tahun. Miyata pun memberikan telepon kepadanya. Nenek tersebut berpesan kepada adik kecil tersebut agar ia menjaga dengan baik-baik amanah tersebut. Ketika selanjutnya nenek tersebut berbicara dengan Miyata, Nenek tersebut mengucapkan terima kasih maka Miyata pun membalas dengan mengatakan justru dialah yang seharusnya berterima kasih. 
Gambar diambil dari http://movielosophy.blogspot.com/2011/03/tokyo-shojo.html
Dalam hati saya berujar, "Wah Miyata ini memberikan tugas yang teramat berat kepada adik kecil tadi. Menjaga sebuah cermin untuk rentang waktu 100 tahun sungguh tidaklah mudah."

Di akhir telepon, Miyata mengungkapkan rasa terima kasihnya untuk hari ini serta memberi tahu Miho bahwa ia sedang mempersiapkan sebuah novel baru. Kali ini dia akan menulis mengenai dirinya sendiri, mengenai perasaannya. Ayahnya mengatakan, setiap orang memiliki sesuatu yang harus ia kerjakan di dalam hidupnya. Miyata akan membuktikannya. Baginya, hal yang harus ia kerjakan adalah membuat novel.

Penulis film ini, Makoto Hayashi, sungguh luar biasa. Idenya very amazing dan ending dari film ini sangat menyentuh. Ending yang adil menurut saya. Hp Miho-yang jatuh ke dalam masa di mana Miyata hidup-tidak lama lagi akan habis baterainya. Sebelumnya, Miho sudah berusaha menjatuhkan charger hpnya di tempat yang sama seperti saat terjadi gempa dahulu, namun tidak berhasil.

Miyata sungguh bekerja keras dalam membuat karyanya. Ia ingin membuktikan kepada ayahnya bahwa ia akan berhasil menjadi pengarang yang hebat. Esok harinya, Miyata hendak menyerahkan naskah ceritanya kepada penerbit, tiba-tiba Miho menelponnya untuk menyemangatinya. Kemudian ia menelepon Miyata kembali. Saat itu Miyata sedang dalam perjalanan menuju ke tempat gurunya melewati taman. Miho melarangnya untuk ke sana. Miyata pun kaget, ia pun berjanji akan berhati-hati sehingga tidak akan jatuh. Namun, Miho bersikeras agar Miyata kembali saja ke rumah. Miyata tidak bersedia sehingga Miho pun terpaksa memberitahunya bahwa di taman itu ia akan meninggal karena tenggelam menyelamatkan seorang anak, anak kecil di toko yang mendapat amanah untuk menjaga cermin. Ingatan Miyata pun kembali pada masa ia bertelepon dengan nenek sepuh itu. Seorang nenek yang mengucapkan terima kasih kepadanya dengan perasaan mendalam. Kepada Miho, Miyata menjelaskan bahwa tidak mungkin baginya untuk tidak menolong anak tersebut.

Miho bergegas dan berlari menuju ke kolam. Sesampainya di sana, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kolam takut bahwa ia sudah terlambat. Hingga kemudian ia mendengar teriakan meminta tolong, ia pun langsung menjeburkan diri, masuk ke dalam kolam. Naskah ceritanya ia tinggalkan begitu saja di samping kolam.

Beberapa waktu kemudian, Miho beserta kelurganya berkunjung ke sebuah rumah milik keluarga adik Miyata (generasi ke bawah dari adik Miyata). Di tempat itulah tersimpan naskah cerita milik Miyata yang dulu sempat hendak ia serahkan kepada gurunya. Kekasih ibu Miho pun terkesima melihat naskah tersebut. Setelah membacanya, ia sangat terkejut. Menurutnya, naskah yang ditulis Miyata bisa mengubah sejarah sastra jepang yang modern.

Satu tahun keudian, Miho tampak di pinggir kolam, sedang menelepon seseorang. Ia tahu tidak akan pernah ada jawaban dari nomor yang ia tuju. Ia hanya sekedar memberi tahu bahwa naskah cerita Miyata berhasil dibukukan bahkan menjadi buku terlaris di pasaran. Sambil tersenyum di telepon, dia mengatakan bahwa ia kaget ternyata isi naskahnya adalah surat cinta untuk Miho.

"Even if 100 years'time separates us, it still feels like your heart is within inches" (Miyata Tokijirou)
Gambar diambil dari http://asianwiki.com/File:Tokyogirl01.jpg
sumber:
http://asianwiki.com/Tokyo_Girl
http://movielosophy.blogspot.com/2011/03/tokyo-shojo.html

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bagi link google drive nya dong pengim nonton film ini lagi

Fitri Ani Nur Muslihatun mengatakan...

wah..maaf, saya gak punya link nya mas.. dulu nonton film ini dari laptop adik kosan..

Persiapan menuju Ramadan 1443H-Menyapih

Ramadan 1443 H tinggal menghitung hari. Kira-kira akan dimulai pada 2 April nanti. Setiap orang tentu memiliki persiapan masing-masing. Ada ...