Usai menikmati tegal
alun dengan padang edelweisnya yang sungguh mengagumkan, Sabtu sore-28
September 2013-itu juga, kami bertekad summit.
Kabut yang sempat menyelimuti padang edelweis telah menghilang. Pandangan
pun lebih jelas. Dipandu Dhani, kami pun meninggalkan tegal alun menuju puncak.
Tidak begitu jauh dari
tegal alun, kami bertemu dengan para pendaki lain yang telah mendirikan tenda.
Kalau dibandingkan dengan jumlah tenda di Pondok Saladah, jelas tenda yang
sedang kami lewati ini sungguh kalah jauh jumlahnya, bahkan menjadi
satu-satunya tenda yang berdiri. Rasa solidaritas yang tinggi di antara sesama
pendaki memang sangat tinggi. Mereka pun menyapa kami. Oiya, tidak jauh dari
tenda mereka, kami sempat menghentikan perjalanan untuk sementara, sekedar
untuk mengabadikan kolam dengan air yang jernih. Kolam tersebut tidak begitu
luas, hanya saja saking jernihnya air, kita bisa melihat tumbuhan di kedalaman
air tersebut. Indah! Sayangnya, air di sana tidak mengalir, padahal, bukankah
air yang sehat itu air yang mengalir ya!
Jika dari tegal alun sampai dengan kolam tadi kami berjalan di jalan-jalan yang luas, maka medan selanjutnya yang kami jumpai adalah hutan yang cukup lebat dengan jalan sempit. Jalan sempit tersebut beberapa kali terhalang oleh kayu. Aba-aba pun digunakan seperti, “Awas kayu! Merunduk! Kayu-kayu!” Aba-aba tersebut disampaikan secara berantai, hampir mirip dengan permainan komunikata. Namun sesekali pada bagian “kayu-kayu-kayu” jadi lebih mirip terdengar penjual kayu menawarkan barang dagangannya. Hehe. Padahal kan maksudnya menjelaskan kalau ada kayu yang menghalangi jalan, hoo. Sesekali pula, Dhani, yang di paling depan, memanggil Zaky yang berada paling belakang, memastikan semuanya baik-baik saja.
Perjalanan menembus hutan
yang cukup lebat dengan jalan sempit ini terasa berat ketika menaik, padahal
yang namanya mendaki gunung menuju puncak ya pasti naiklah ya, jadi terasa
capek. Sesekali kami berhenti, membasahi kerongkongan, kemudian lanjut lagi.
Sekitar jam 5 sore kami sampai di puncak bayangan. Meski namanya baru puncak
bayangan, tapi begitu dengar ada kata puncaknya, saya udah seneng banget. Kami pun
beristirahat sejenak di sini sambil mengabadikan momen.
Saat di puncak, Dhani
pun melontarkan pertanyaan:
“Siapa yang baru pertama
kali naik gunung kali ini?” Saya bersorak,”aku-aku”, begitu pula Ukh Erna.
“Siapa yang ini adalah
pertama kali sampai puncak?” Saya pun menjawab lagi, “aku-aku”, begitu pula
rekan yang lain.
“Maka…saya pun bahagia
sekali bisa mengantarkan teman-teman sampai di sini”, begitu kira-kira kata
Dhani. Spontan kami pun langsung tepuk tangan sekaligus terharu rasanya
mendengar kata-kata sang kepala suku dari pasukan semut ini.
Hari telah gelap saat
kami mencapai puncak. Rombongan kami adalah satu-satunya rombongan pendaki yang
ke puncak saat itu. Mumpung belum terlalu gelap banget, kami pun berfoto-foto. Tak
lupa minum dan menyantap kalori ektra berupa coklat dan roti.
Di puncak ini ada sebuah
insiden yaitu rusaknya kacamata Ukh Loli karena jatuh dan terinjak. Padahal
kacamata Ukh Loli baru H-1-sebelum berangkat pendakian-diambil dari tokonya. Jadi,
bisa dibilang masih baru banget. Maklum hari sudah gelap, dan di puncak sama
sekali tidak ada sumber cahaya sehingga tidak ada yang tau kalau kacamata Ukh
Loli jatuh. Kami baru sadar ada kacamata yang terinjak ketika kami sedang
menyantap roti dan Dhani telah menyalakan headlamp-nya.
Turut bersedih, Ukh Loli. Hiks.
Insiden lainnya
(sebenarnya bukan insiden, he)
terjadi pada Sanda. Saat di Puncak hingga perjalanan turun gunung, dia
mendengar bunyi yang keluar secara berkali-kali. Ia pun mengatakannya kepada
Dhani dan Ukh Ayu sambil menghitung jumlah bunyi yang terdengar. Hingga pada
bunyi ke-7, Dhani memintanya untuk berhenti menghitung karena hal itu akan
mempengaruhi kondisi psikologis rekan-rekan yang lain.
Ketika sudah sampai di camp, Pondok Saladah, Sanda pun
bercerita perihal hal ini. Spontan saya pun kaget. Itu kan bunyi hp saya yang
saya titipkan di dalam tas. Saya jelaskan kalau saat di puncak saya bilang hp
saya bunyi. Ternyata Sanda tidak mendengarnya, mungkin karena saat itu dia
sedang fokus untuk mengambil foto teman-teman di Puncak. Saya baru inget kalau
hp akan bunyi secara terus-menerus jika belum dibuka, makanya bunyi yang keluar
berulang-ulang. Maafkan saya ya!
Usai kami menyantap roti
dan coklat tersebut, kami pun bertekad turun gunung. Senter dinyalakan dan headlamp siap di kepala masing-masing.
Urutan naik gunung ini berkebalikan dengan saat kami naik gunung sehingga Zaki
di depan dan Dhani paling belakang. Urutannya adalah Zaki-Ukh
Loli-UkhPebsi-saya-Ukh Ayu-Ukh Erna-Sanda-Dhani. Perjalanan turun gunung-menuju camp-di malam hari pun dimulai.
Bismillah.
Foto: from Ukh Pebsi, Ukh Erna, dan Sanda
“Dia-lah
yang Menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Q.S al-Mulk:15
>>>lanjut ke adorable part6 (2 part terakhir)
>>>lanjut ke adorable part6 (2 part terakhir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar