23.10.13

Adorable part5

Usai menikmati tegal alun dengan padang edelweisnya yang sungguh mengagumkan, Sabtu sore-28 September 2013-itu juga, kami bertekad summit. Kabut yang sempat menyelimuti padang edelweis telah menghilang. Pandangan pun lebih jelas. Dipandu Dhani, kami pun meninggalkan tegal alun menuju puncak.

Tidak begitu jauh dari tegal alun, kami bertemu dengan para pendaki lain yang telah mendirikan tenda. Kalau dibandingkan dengan jumlah tenda di Pondok Saladah, jelas tenda yang sedang kami lewati ini sungguh kalah jauh jumlahnya, bahkan menjadi satu-satunya tenda yang berdiri. Rasa solidaritas yang tinggi di antara sesama pendaki memang sangat tinggi. Mereka pun menyapa kami. Oiya, tidak jauh dari tenda mereka, kami sempat menghentikan perjalanan untuk sementara, sekedar untuk mengabadikan kolam dengan air yang jernih. Kolam tersebut tidak begitu luas, hanya saja saking jernihnya air, kita bisa melihat tumbuhan di kedalaman air tersebut. Indah! Sayangnya, air di sana tidak mengalir, padahal, bukankah air yang sehat itu air yang mengalir ya!



Jika dari tegal alun sampai dengan kolam tadi kami berjalan di jalan-jalan yang luas, maka medan selanjutnya yang kami jumpai adalah hutan yang cukup lebat dengan jalan sempit. Jalan sempit tersebut beberapa kali terhalang oleh kayu. Aba-aba pun digunakan seperti, “Awas kayu! Merunduk! Kayu-kayu!” Aba-aba tersebut disampaikan secara berantai, hampir mirip dengan permainan komunikata. Namun sesekali pada bagian “kayu-kayu-kayu” jadi lebih mirip terdengar penjual kayu menawarkan barang dagangannya. Hehe. Padahal kan maksudnya menjelaskan kalau ada kayu yang menghalangi jalan, hoo. Sesekali pula, Dhani, yang di paling depan, memanggil Zaky yang berada paling belakang, memastikan semuanya baik-baik saja.

Perjalanan menembus hutan yang cukup lebat dengan jalan sempit ini terasa berat ketika menaik, padahal yang namanya mendaki gunung menuju puncak ya pasti naiklah ya, jadi terasa capek. Sesekali kami berhenti, membasahi kerongkongan, kemudian lanjut lagi. Sekitar jam 5 sore kami sampai di puncak bayangan. Meski namanya baru puncak bayangan, tapi begitu dengar ada kata puncaknya, saya udah seneng banget. Kami pun beristirahat sejenak di sini sambil mengabadikan momen.

Dari puncak bayangan menuju ke puncak (yang sesungguhnya) diperlukan adanya kewaspadaan yang lebih tinggi karena sisi sebelah kiri jalan adalah jurang yang dalam. Kesolidan tim adalah kuncinya. Aba-aba peringatan/kewaspadaan adalah pendukungnya. Sekitar maghrib kami telah sampai di puncak dengan selamat. Alhamdulillah. Dhani yang paling depan pun berseru “Puncak, puncak”, aba-aba puncak pun diteruskan kembali secara berantai. Yang saya lakukan begitu sampai puncak adalah merangkul batang pohon yang ada tulisan “2665 PUNCAK Gn. Papandayan”.

Saat di puncak, Dhani pun melontarkan pertanyaan:
“Siapa yang baru pertama kali naik gunung kali ini?” Saya bersorak,”aku-aku”, begitu pula Ukh Erna.
“Siapa yang ini adalah pertama kali sampai puncak?” Saya pun menjawab lagi, “aku-aku”, begitu pula rekan yang lain.
“Maka…saya pun bahagia sekali bisa mengantarkan teman-teman sampai di sini”, begitu kira-kira kata Dhani. Spontan kami pun langsung tepuk tangan sekaligus terharu rasanya mendengar kata-kata sang kepala suku dari pasukan semut ini.


Hari telah gelap saat kami mencapai puncak. Rombongan kami adalah satu-satunya rombongan pendaki yang ke puncak saat itu. Mumpung belum terlalu gelap banget, kami pun berfoto-foto. Tak lupa minum dan menyantap kalori ektra berupa coklat dan roti.
Di puncak ini ada sebuah insiden yaitu rusaknya kacamata Ukh Loli karena jatuh dan terinjak. Padahal kacamata Ukh Loli baru H-1-sebelum berangkat pendakian-diambil dari tokonya. Jadi, bisa dibilang masih baru banget. Maklum hari sudah gelap, dan di puncak sama sekali tidak ada sumber cahaya sehingga tidak ada yang tau kalau kacamata Ukh Loli jatuh. Kami baru sadar ada kacamata yang terinjak ketika kami sedang menyantap roti dan Dhani telah menyalakan headlamp-nya. Turut bersedih, Ukh Loli. Hiks.

Insiden lainnya (sebenarnya bukan insiden, he) terjadi pada Sanda. Saat di Puncak hingga perjalanan turun gunung, dia mendengar bunyi yang keluar secara berkali-kali. Ia pun mengatakannya kepada Dhani dan Ukh Ayu sambil menghitung jumlah bunyi yang terdengar. Hingga pada bunyi ke-7, Dhani memintanya untuk berhenti menghitung karena hal itu akan mempengaruhi kondisi psikologis rekan-rekan yang lain.

Ketika sudah sampai di camp, Pondok Saladah, Sanda pun bercerita perihal hal ini. Spontan saya pun kaget. Itu kan bunyi hp saya yang saya titipkan di dalam tas. Saya jelaskan kalau saat di puncak saya bilang hp saya bunyi. Ternyata Sanda tidak mendengarnya, mungkin karena saat itu dia sedang fokus untuk mengambil foto teman-teman di Puncak. Saya baru inget kalau hp akan bunyi secara terus-menerus jika belum dibuka, makanya bunyi yang keluar berulang-ulang. Maafkan saya ya!

Usai kami menyantap roti dan coklat tersebut, kami pun bertekad turun gunung. Senter dinyalakan dan headlamp siap di kepala masing-masing. Urutan naik gunung ini berkebalikan dengan saat kami naik gunung sehingga Zaki di depan dan Dhani paling belakang. Urutannya adalah Zaki-Ukh Loli-UkhPebsi-saya-Ukh Ayu-Ukh Erna-Sanda-Dhani. Perjalanan turun gunung-menuju camp-di malam hari pun dimulai. Bismillah.
Foto: from Ukh Pebsi, Ukh Erna, dan Sanda

“Dia-lah yang Menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Q.S al-Mulk:15

>>>lanjut ke adorable part6 (2 part terakhir)

Tidak ada komentar:

Persiapan menuju Ramadan 1443H-Menyapih

Ramadan 1443 H tinggal menghitung hari. Kira-kira akan dimulai pada 2 April nanti. Setiap orang tentu memiliki persiapan masing-masing. Ada ...